HUDHUDNEWS.CO-Prabumulih – Warga Perumahan Arda, Kelurahan Karang Raja, Kota Prabumulih, mengeluhkan tindakan yang dilakukan oleh pihak PLN Kota Prabumulih, Sumatera Selatan. Pasalnya, tindakan pemblokiran KWH meter pelanggan dinilai tidak prosedural dan cenderung sewenang-wenang.
Keluhan ini disampaikan oleh pelanggan atas nama Riok yang mengalami kendala saat hendak mengisi ulang pulsa listrik pada meteran prabayar miliknya, Senin sore (26/05/2025). Setelah mencoba berkali-kali, token tetap tidak dapat dimasukkan.
Merasa janggal, Riok langsung menghubungi layanan pengaduan PLN 123. Tak lama setelah laporan diterima, pihak PLN Kota Prabumulih menghubungi Riok melalui nomor +62 895-3×08-9x60x dan memberitahukan bahwa pemblokiran tersebut berkaitan dengan tagihan lama atas nama pelanggan lain, Jamil Manap, dengan IDPEL 147400381533.
Dalam percakapan tersebut, Riok menerima rincian tagihan Pemutusan dan Rekening Rekonsiliasi (PRR) dengan total Rp 1.509.348. Tagihan tersebut terdiri dari:
PRR: Rp 1.376.561
PBJT-TL / PPJ: Rp 132.787
Materai & PPN: Rp 0
Namun, Riok merasa heran dan keberatan karena tidak pernah menerima pemberitahuan resmi baik secara tertulis maupun lisan terkait tunggakan tersebut. Apalagi, tagihan ditujukan kepada nama orang lain dan tidak ada hubungan langsung dengan KWH meter atas nama dirinya yang diblokir.
“Yang aneh, tagihan atas nama orang lain tapi KWH atas nama saya yang diblokir. Bahkan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Ini sangat merugikan dan terkesan ada unsur pemaksaan,” ujar Riok.
Menurut keterangan Riok, ketika dirinya mengecek aplikasi PLN Mobile, ditemukan bahwa meteran KWH tersebut mengalami status mutasi ke pascabayar (PASKEM), padahal dirinya tidak pernah mengajukan perubahan layanan tersebut.
Pada keesokan harinya, Selasa siang (27/05/2025), Riok mendatangi Kantor PLN Kota Prabumulih untuk meminta penjelasan langsung. Dalam pertemuan tersebut, pihak PLN melalui manajer Ichsan Rahmadi tetap bersikeras bahwa blokir dilakukan berdasarkan titik lokasi, bukan berdasarkan nama pelanggan.
“Ini sungguh aneh. Mereka bilang yang penting titik lokasi, bukan nama. Tapi yang diblokir itu meteran aktif atas nama saya, bukan atas nama orang sebelumnya,” jelas Riok.
Pihak PLN kemudian menyerahkan surat resmi dengan nomor:
0138/UGA.04.01/F114100600/2025
berjudul Informasi Tagihan Piutang Ragu-ragu, tertanggal 27 Mei 2025, yang menyebutkan tunggakan sebesar Rp 1.509.348 atas nama Jamil Manap, yang telah berhenti berlangganan sejak 2017.
Lebih lanjut, PLN menawarkan solusi berupa skema cicilan selama 12 bulan, namun dengan syarat salah satu dari dua KWH prabayar yang ada di rumah Riok harus diubah ke pascabayar. Syarat ini kembali dinilai aneh dan tidak adil oleh Riok, sebab tidak ada dasar hukum maupun SOP jelas yang menjelaskan prosedur tersebut.
“Ini seperti jebakan. Mereka utak-atik aturan tanpa dasar. Bahkan minta salah satu KWH saya yang masih aktif dan tidak bermasalah diganti ke pascabayar dulu baru bisa cicil. Saya menolak itu,” katanya.
Sebagai informasi, di rumah Riok terdapat dua KWH meter prabayar, masing-masing dengan daya 450 dan 900 watt. Ia menyebut bahwa pada tahun 2017, almarhum ayahnya memang pernah melakukan migrasi dari 1300 watt ke 450 watt token dengan prosedur yang sah dan telah dilunasi.
“Dulu ayah saya memang pernah migrasi daya dan semua kewajiban sudah diselesaikan. Kenapa baru sekarang diangkat lagi? Dan kenapa KWH 900 atas nama saya yang jadi korban?” ujarnya kesal.
Karena merasa haknya sebagai pelanggan dilanggar, Riok menyatakan akan melaporkan dugaan pelanggaran prosedur ini ke Ombudsman dan pihak berwenang lainnya. Ia juga meminta pemerintah pusat agar menertibkan praktik serupa yang merugikan masyarakat.
“Kalau memang ayah saya masih punya hutang, saya akan lunasi, tapi jangan main blokir KWH aktif saya yang tidak ada kaitannya. Ini sudah sangat tidak adil. PLN tidak boleh semena-mena,” tegasnya.
sewenang-wenang.
Keluhan ini disampaikan oleh pelanggan atas nama Riok yang mengalami kendala saat hendak mengisi ulang pulsa listrik pada meteran prabayar miliknya, Senin sore (26/05/2025). Setelah mencoba berkali-kali, token tetap tidak dapat dimasukkan.
Merasa janggal, Riok langsung menghubungi layanan pengaduan PLN 123. Tak lama setelah laporan diterima, pihak PLN Kota Prabumulih menghubungi Riok melalui nomor +62 895-3×08-9x60x dan memberitahukan bahwa pemblokiran tersebut berkaitan dengan tagihan lama atas nama pelanggan lain, Jamil Manap, dengan IDPEL 147400381533.
Dalam percakapan tersebut, Riok menerima rincian tagihan Pemutusan dan Rekening Rekonsiliasi (PRR) dengan total Rp 1.509.348. Tagihan tersebut terdiri dari:
PRR: Rp 1.376.561
PBJT-TL / PPJ: Rp 132.787
Materai & PPN: Rp 0
Namun, Riok merasa heran dan keberatan karena tidak pernah menerima pemberitahuan resmi baik secara tertulis maupun lisan terkait tunggakan tersebut. Apalagi, tagihan ditujukan kepada nama orang lain dan tidak ada hubungan langsung dengan KWH meter atas nama dirinya yang diblokir.
“Yang aneh, tagihan atas nama orang lain tapi KWH atas nama saya yang diblokir. Bahkan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Ini sangat merugikan dan terkesan ada unsur pemaksaan,” ujar Riok.
Menurut keterangan Riok, ketika dirinya mengecek aplikasi PLN Mobile, ditemukan bahwa meteran KWH tersebut mengalami status mutasi ke pascabayar (PASKEM), padahal dirinya tidak pernah mengajukan perubahan layanan tersebut.
Pada keesokan harinya, Selasa siang (27/05/2025), Riok mendatangi Kantor PLN Kota Prabumulih untuk meminta penjelasan langsung. Dalam pertemuan tersebut, pihak PLN melalui manajer Ichsan Rahmadi tetap bersikeras bahwa blokir dilakukan berdasarkan titik lokasi, bukan berdasarkan nama pelanggan.
“Ini sungguh aneh. Mereka bilang yang penting titik lokasi, bukan nama. Tapi yang diblokir itu meteran aktif atas nama saya, bukan atas nama orang sebelumnya,” jelas Riok.
Pihak PLN kemudian menyerahkan surat resmi dengan nomor:
0138/UGA.04.01/F114100600/2025
berjudul Informasi Tagihan Piutang Ragu-ragu, tertanggal 27 Mei 2025, yang menyebutkan tunggakan sebesar Rp 1.509.348 atas nama Jamil Manap, yang telah berhenti berlangganan sejak 2017.
Lebih lanjut, PLN menawarkan solusi berupa skema cicilan selama 12 bulan, namun dengan syarat salah satu dari dua KWH prabayar yang ada di rumah Riok harus diubah ke pascabayar. Syarat ini kembali dinilai aneh dan tidak adil oleh Riok, sebab tidak ada dasar hukum maupun SOP jelas yang menjelaskan prosedur tersebut.
“Ini seperti jebakan. Mereka utak-atik aturan tanpa dasar. Bahkan minta salah satu KWH saya yang masih aktif dan tidak bermasalah diganti ke pascabayar dulu baru bisa cicil. Saya menolak itu,” katanya.
Sebagai informasi, di rumah Riok terdapat dua KWH meter prabayar, masing-masing dengan daya 450 dan 900 watt. Ia menyebut bahwa pada tahun 2017, almarhum ayahnya memang pernah melakukan migrasi dari 1300 watt ke 450 watt token dengan prosedur yang sah dan telah dilunasi.
“Dulu ayah saya memang pernah migrasi daya dan semua kewajiban sudah diselesaikan. Kenapa baru sekarang diangkat lagi? Dan kenapa KWH 900 atas nama saya yang jadi korban?” ujarnya kesal.
Karena merasa haknya sebagai pelanggan dilanggar, Riok menyatakan akan melaporkan dugaan pelanggaran prosedur ini ke Ombudsman dan pihak berwenang lainnya. Ia juga meminta pemerintah pusat agar menertibkan praktik serupa yang merugikan masyarakat.
“Kalau memang ayah saya masih punya hutang, saya akan lunasi, tapi jangan main blokir KWH aktif saya yang tidak ada kaitannya. Ini sudah sangat tidak adil. PLN tidak boleh semena-mena,” tegasnya.
:KAPRI/TEAM