Tulang Bawang Barat.Hudhudnews.co
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubaba) menyebut pelayanan proses persalinan di Klinik Bersalin Ummi Atthaya sudah sesuai Standar Operasi Prosedur (SOP).
Hal tersebut disampaikan Kepala Dinkes Tubaba, Majril menanggapi dugaan malpraktik yang mengakibatkan kematian seorang bayi bernama Pahing, buah hati dari pasangan suami istri (Pasutri) Turoh (45) dan Dwi Hana (37) Warga Tiyuh Mulya Jaya, Kecamatan Tulangbawang Tengah (TBT).
Diketahui, sebelum meninggal dunia, Pahing dilahirkan oleh orangtuanya di Klinik Bersalin Ummi Atthaya, Kabupaten Tubaba. Pada Minggu (12/3/2023) lalu. Dengan kondisi dada membiru, tali pusar putus didalam rahim, perut bagian pusar membengkak kemerahan serta alat kelamin didapati luka sayatan. Setelah itu, sempat dirujuk ke RS Puri Adhya Paramita, Kota Bandar Jaya, Kabupaten Lampung Tengah dihari yang sama. Dua hari kemudian Pahing dinyatakan sudah tidak bernyawa.
Orang tua korban pun menduga ada yang janggal dalam proses kelahiran anaknya di Klinik Ummi Atthaya.
” Berdasarkan hasil kajian dan survei terhadap mutu pelayanan pasca kejadian kemarin, itu sudah masuk dalam standar SOP. Kita lihat dari perizinan fasilitas kesehatannya sudah sesuai, kemudian kompetensi dokter dan para tenaga kesehatannya sudah lengkap. Dan SOP yang ada di Klinik Ummi Atthaya sudah sesuai alur,” ujar Majril saat dikonfirmasi wartawan diruang nya, Rabu (29/3/2023).
Majril mengatakan, seminggu lalu, Tim Dinkes Sudah melakukan pengkajian dan pengumpulan data. Dan sudah menggelar rapat dengan Tim Audit Maternal Perinatal (AMP).
Ia menjelaskan, Tim AMP terdiri dari unsur kesehatan yakni Dinkes Tubaba, unsur profesi yakni Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Provinsi Lampung, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Tubaba serta Ikatan Perawat.
Ditempat yang sama, Sekretaris Dinkes Tubaba, Eka Riyana menambahkan, berdasarkan hasil rapat tersebut, didapati kesimpulan sebagai berikut.
” Terhadap penyebab kematian bayi tersebut, ada banyak latar belakang. Terutama ibunya, merupakan penyebab langsung dari kematian anak. Ibu korban sudah berusia 37 tahun, kemudian pemeriksaan kehamilannya tidak lengkap, tidak sampai enam kali. Perencanaan persalinannya tidak direncanakan, atau kurang perencanaan. Artinya dia datang pada saat sudah ingin melahirkan. Tenaga kesehatan tidak bisa menyiapkan terlebih dahulu mana yang paling paripurna untuk menolong dia (ibu bayi). Karena pada saat dia datang sudah dalam kondisi pembukaan lengkap. Jadi, Klinik Ummi Atthaya menyatakan sudah tidak dimungkinkan lagi untuk dirujuk proses persalinannya. Selain itu, kondisi sang ibu sudah melampaui batas usia kehamilan, yakni 43 minggu. Dan ada tekanan darah tinggi, mencapai angka 160. Itu berdasarkan informasi dari dokter. Kemudian, ini adalah kelahiran anak keenam, posisi bayi sungsang dan kondisi bayi sudah dalam keadaan vetalistress, atau sudah ada keracunan dimasa kehamilan,” kata dia
Saat ditanya wartawan mengenai kondisi bayi yang baru lahir terdapat luka sayatan di kemaluan, dada membiru dan tali pusar putus didalam serta perut bagian pusar membengkak kemerahan. Eka menuturkan.
” Itu bukan luka sayat. tapi luka lecet, karena pada saat itu kejepit posisi bokong sakrotum. Pada saat itu mungkin terjadi lecetnya.Terkait dada yang membiru, itu adalah proses pertolongan pada bayi, Resusitasi Jantung Paru (RJP). Jadi dada bayi ditekan menggunakan jari karena bayi sulit bernafas, untuk tali pusar putus yang kami ketahui, berdasarkan hasil kajian. Bayi itu lahir seperti biasa. Tali pusarnya masih ada disitu. Kemudian dipotong, setelah itu bayinya di pindah. Kemudian dilakukan proses pelahiran plasenta atau ari-ari. Jadi tali pusar bayi bukan putus pada saat melahirkan. Tetapi pada saat melahirkan ari-ari ya. Memang kalau bayi lahir dalam keadaan fosmatur artinya sudah lewat bulan, tali pusarnya cenderung lebih layu. Lebih gampang untuk putus,” tuturnya.
Saat ditanya mengenai proses persalinan yang dipandu melalui handphone, Eka mengatakan.
” Jadi pada saat itu memang mereka pada tidak ada dokter, tetapi yang bertanggungjawab adalah dokter Tanti. Karena posisi tidak ditempat. Jadi memang itu bukan dipandu lewat ponsel tapi konsultasi. Dokter umum dan tenaga kesehatan yang menangani pada saat itu memang sudah berkompeten dan memiliki kewenangan. Jadi konsultasi itu karena dokter Tanti sebagai penanggung jawabnya,” tukasnya.
Ia menerangkan, data yang ia peroleh bukan hanya didapatkan dari Klinik Ummi Atthaya, tetapi juga didapat dari RS Puri Adya Paramita.
” Artinya apa, Dinkes Tubaba tidak berpihak kepada Klinik Ummi Atthaya, tetapi kita meluruskan. Sifatnya menengahi. Karena memang ini tanggungjawab Dinkes. Kami juga tidak menyimpulkan ini benar atau salah, karena bukan ranah Dinkes. tetapi yang kami lihat kelengkapan legalitas administrasi dan SOP sudah sesuai atau tidak,” terangnya.
Belum Dapat Informasi Sayangnya, Dinkes Tubaba hanya mendapatkan informasi dari Klinik Bersalin Ummi Atthaya. Dan belum mendengar langsung pernyataan dari keluarga korban. Baik itu Turoh selaku ayah ataupun ibu korban, Dwi Hana.
” Investigasi kemarin tidak melibatkan keluarga pasien selaku pihak eksternal. Ketentuan Tim rapat AMP. Jadi keterangan dari keluarga korban belum kita dapatkan, karena kita dapat informasi dari media. Bukan keluarga yang datang kesini. Mungkin bisa saja kita lakukan nanti,” ulasnya.
Terkait pernyataan dokter Tanti yang menyatakan tidak ingin tahu soal kabar bayi meninggal. Ia mengatakan hal tersebut merupakan miss komunikasi semata. Dan berdasarkan ketentuan rujukan. Hal tersebut bukan tanggungjawab tempat pelayanan kesehatan sebelumnya.
“Kalau sistem rujukan, ketika objek yang dirujuk sudah sampai ditempat yang dirujuk, pelayanannya sudah menjadi kewenangan dari tempat yang dirujuk,” kata dia.
Majril dan Eka menambahkan, Dinkes Tubaba sudah menghimbau Klinik Ummi Atthaya untuk menengok keluarga korban.
” Kita sampaikan, paling tidak ada rasa empati. Karena ini berkaitan dengan musibah. Mereka pun (klinik) mengiyakan hal tersebut,” pungkasnya. (san)