Fungsionaris PB HMI, Chandra; Kecam Dugaan Arogansi Walikota Prabumulih dalam Kasus Pemecatan Kepala Sekolah

oleh -21 Dilihat
oleh

HUDHUDNEWS.CO,,Prabumulih- Salah satu putra daerah dari Sumatera Selatan yang merupakan fungsionaris Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) menyatakan keprihatinan mendalam dan mengecam dugaan tindakan arogansi yang dilakukan oleh Walikota Prabumulih, H. Arlan, terkait polemik pencopotan Kepala SMP Negeri 1 Prabumulih, Roni Ardiansyah. Dugaan tersebut muncul setelah tersebarnya isu bahwa pemecatan tersebut bermotif balas dendam karena Roni menegur anak Walikota yang membawa mobil ke sekolah, Kamis (18/09/2025).

Menurut keterangan pers yang beredar, mutasi atau pemindahan Roni disebut-sebut terjadi setelah insiden peneguran terhadap siswa (yang dikabarkan anak wali kota) membawa kendaraan ke sekolah dan memarkirkannya di area yang dianggap tidak sesuai. Isu ini viral di media sosial dan memicu protes dari masyarakat luas.

Chandra menyatakan, bahwa dugaan intervensi kekuasaan atas lembaga pendidikan publik untuk kepentingan pribadi patut diwaspadai karena berpotensi melanggar prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan netralitas birokrasi.

“tindakan yang terkait perintah langsung dari wali kota untuk mencopot atau memindahkan kepala sekolah, apalagi jika berdasarkan persoalan keluarga, akan merusak kepercayaan publik terhadap integritas pemerintahan. Pendapat mereka adalah bahwa jabatan publik tidak boleh dijadikan alat untuk memperkuat citra pribadi, melainkan harus dijalankan dengan memperhatikan regulasi, prosedur, dan prinsip publik,” tutur Chandra.

Chandra menuntut, agar klarifikasi resmi dari pihak walikota disampaikan secara transparan ke masyarakat, termasuk bukti-bukti yang mendukung bahwa mutasi atau pencopotan memang bukan karena perkara pribadi atau tekanan politik. Mereka juga menyerukan agar pengawasan media dan masyarakat terhadap pejabat publik diperkuat supaya kasus serupa tidak terulang, dan harus ada efek jera agar kekuasaan di negeri ini tidak semenah-menah dalam menjalankan tugas sebagai pejabat publik.

Kasus ini memiliki dampak penting bagi dunia pendidikan di Prabumulih. Kepala sekolah dan guru di sekolah-sekolah sering kali menjadi ujung tombak dalam menerapkan kebijakan terkait disiplin siswa, fasilitas sekolah, dan lingkungan belajar. “Ketika kepala sekolah merasa khawatir akan intervensi politik, hal ini berpotensi menciptakan climate of fear (iklim ketakutan) yang mengganggu fungsi utama pendidikan: mendidik tanpa takut akan konsekuensi di luar akademik,” tegas Chandra.

Secara administratif, setiap mutasi pejabat, termasuk kepala sekolah, seharusnya berdasarkan ketentuan Undang‑Undang dan Peraturan Pemerintah atau peraturan daerah yang berlaku. Mutasi tidak boleh dipakai sebagai hukuman atau intimidasi terhadap kepala sekolah yang menjalankan tugasnya berdasarkan regulasi sekolah dan kepentingan siswa. “Jika benar ada pencopotan karena menegur siswa — terlebih jika siswa tersebut adalah anak pejabat — maka itu bisa menunjukkan pelanggaran terhadap prinsip netralitas dan keadilan birokrasi,” ujar Chandra.

Sebagai informasi, untuk saat ini Walikota Prabumulih, H. Arlan, melalui beberapa kanal resmi, membantah keras tudingan bahwa Roni dicopot karena menegur anaknya. Arlan menyebut bahwa berita tersebut adalah hoaks dan bahwa Roni belum dimutasi atau dipindahkan. Ia juga menyebut bahwa seluruh isu motif pribadi tersebut adalah kesalahpahaman yang telah berkembang di luar fakta.

Arlan mengakui bahwa ia pernah melakukan teguran terhadap Kepala Sekolah karena ada laporan terkait kondisi SMPN 1 yang membuat siswa merasa tidak nyaman — bukan semata karena menegur anaknya. Ia juga meminta maaf kepada Roni dan masyarakat atas kegaduhan yang terjadi akibat pemberitaan yang tidak jelas dan spekulatif.

Di tengah polemik ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut memberi perhatian, dengan menyatakan akan melakukan pengecekan kembali terhadap Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Walikota Arlan.

Pengecekan tersebut mencakup kepatuhan tidak hanya terhadap waktu pelaporan, tetapi juga kelengkapan dan kebenaran isi dari laporan. Hal ini terkait dengan kekhawatiran publik bahwa pejabat publik harus menjadi teladan dalam transparansi dan akuntabilitas.

”Kasus yang sedang mencuat ini bukan hanya sekadar polemik antara kepala sekolah dan wali kota, melainkan cerminan dari bagaimana kekuasaan publik diuji oleh masyarakat, media, dan lembaga pengawas. Tindakan tegas terhadap isu hoaks, klarifikasi terbuka, dan penghormatan terhadap prosedur administrasi sangat dibutuhkan agar kepercayaan masyarakat tetap terjaga,” tutup Chandra.

KAPRI DAN TEAM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.