Muba Sumsel-Hudhudnews.co
Polemik angkutan batu bara kembali memuncak setelah terkuaknya aktivitas pengangkutan diduga milik PT LDP yang diduga mengoperasikan truk puso bermuatan hingga 45.700 kilogram per unit dari wilayah Desa Rapen, Lahat,bebas melintas jalan lintas provinsi Sekayu-lubuk linggau.
Diketahui secara regulasi mengenai kapasitas muatan truk didasarkan pada kelas jalan yang diatur dalam UU No. 2 Tahun 2022 dan Peraturan Menteri PUPR.
Batas kapasitas muatan truk yang melintasi jalan lintas provinsi Sekayu – Lubuk Linggau telah ditetapkan secara tegas, dengan larangan bagi kendaraan bertonase lebih dari 20 ton.
Jalan provinsi biasanya termasuk dalam kategori Jalan Kelas II atau III, yang memiliki batas muatan sumbu terberat (MST) tertentu. Jalan Kelas I memiliki MST maksimal 10 ton.
Pelanggaran terhadap ketentuan daya angkut dan dimensi kendaraan dapat dikenai sanksi berupa pidana kurungan atau denda sesuai Pasal 307 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Namun Unit muatan puso dengan angkutan tanpa surat jalan hanya mengantongi surat bukti timbangan tanpa indititas label perusahaan tersebut tetap melaju bebas di jalan lintas Sekayu -lubuk linggau tanpa hambatan berarti.
Truk-truk raksasa ini menempuh jalur vital Sekayu–Lubuk Linggau, salah satu nadi ekonomi Sumatera Selatan yang kini semakin rapuh. Setiap kali truk overload melintas, aspal seperti disobek hidup-hidup,amblas, retak, berlubang dan pemerintahpun kembali ke posisi defensif, sibuk menambal sulam tanpa pernah menyelesaikan akar masalah pemicu kerusakan akses jalan terjadi.
Distribusi batu bara PT LDP diketahui mengarah ke pelabuhan sebelum diteruskan ke perusahaan PT SMP, kemudian terhubung ke rantai logistik panjang menuju Jakarta dan Pelabuhan Bekahuni, Lampung. Rantai bisnisnya lancar, tetapi kondisi jalan sepanjang rutenya kian porak-poranda.
Menurut keterangan Seorang sopir(Ki) saat dijumpai awak media dilapangan secara terbuka mengakui bahwa ia membawa tangkos, namun setelah tim media izin untuk melihat jenis tangkos apa, ternyata didapati sebuah Muatan yang mencengangkan,mengangkut batu bara dengan muatan 45.700 kg menggunakan kendaraan puso dengan no polisi BE.8138.DAU.
Iapun scara gampang mengatakan kepada media memperoleh upah Rp 400 ribu/ per ton,sebuah nilai yang kontrak dengan nilai ekonomi komoditas yang mencapai triliunan ini didapati tanpa dokumen surat jalan, serta tanpa dokumentasi izin jelas, hanya bermodalkan nota timbangan muatan namun anehnya bebas melintas tak tersentuh hukum.
Lebih jauh, rekan sopirnya pun menyebut terkait angkutan pihaknya adanya koordinasi melalui seseorang bernama( FD) dengan setoran melaui pemilik per unit Lintas. Ia juga mengungkap keterlibatan nama Bos seorang Rk yang disebut sebagai kepercayaan seorang oknum dengan pangkat Kompol inisial (BN) yang bertugas pada institusi hukum Polda Sumsel.
“Angkutan kami pak sudah kordinasi (FD),menetap nya di bailangu, Kang (FN) ini. Untuk Diatas (FN) yakni (BN )dia itu orang pegangan oknum berpangkat kompol diPolda Sumsel”Ujarnya saat dijumpai media dilapangan.
Pengakuan ini menembakkan pertanyaan yang kini menggema di tingkat nasional,Bagaimana truk dengan muatan ekstrem bisa melaju bebas di jalan provinsi.Ke mana fungsi pengawasan aparat yang semestinya menjamin keselamatan publik. Sampai kapan infrastruktur negara harus menjadi korban model bisnis tambang yang ugal-ugalan.
Aktivis Muba menilai kasus ini bukan sekadar pelanggaran tonase, melainkan indikasi keroposnya sistem penegakan hukum, lemahnya koordinasi antar-instansi, dan minimnya transparansi rute angkutan tambang.
Sementara itu, warga yang tinggal di sepanjang jalur menyebut truk batu bara sebagai “buldozer berlisensi” meratakan aspal dan merampas kenyamanan pengguna jalan, sementara keuntungan hanya mengalir kepada pihak tertentu.
Dengan kerusakan jalan yang kini menjadi sorotan nasional, publik menuntut pemerintah pusat, Polda Sumsel, dan Dinas Perhubungan mengambil langkah langsung dan konkret, bukan sekadar imbauan manis yang menguap di udara.
Tindakan yang mendesak dilakukan, Penimbangan ulang seluruh armada batu bara yang melintasi jalan umum.Penindakan tegas tanpa kompromi terhadap truk overload. Evaluasi total jalur tambang, termasuk opsi menutup akses jalur umum untuk angkutan berat.Audit menyeluruh terhadap perusahaan pengangkut dan pemilik komoditas.Transparansi rantai distribusi agar tidak ada “truk siluman” yang leluasa melintas.
Jika tidak ada intervensi tegas dalam waktu dekat, bukan hanya jalan yang hancur berantakan kepercayaan publik terhadap aparat dan pemerintah ikut runtuh, persis seperti aspal yang terkelupas di bawah roda fuso truk bermuatan overloawd.
Kapri
